Perkabungan
dan Sukacita Saat Babel Menemui
Ajalnya
AKHIR dari Babel merupakan
kabar baik bagi umat Yehuwa, tetapi bagaimana pandangan bangsa-bangsa terhadap
hal itu? Yohanes memberitahu kita: ”Dan raja-raja di bumi,
yang telah berbuat cabul dan hidup dalam
kelimpahan dengan dia, akan menangisi dan
meratapinya, apabila mereka melihat asap api
yang membakarnya. Mereka akan berdiri jauh-jauh
karena takut akan siksaannya dan mereka
akan berkata: ’Celaka, celaka engkau, hai
kota yang besar, Babel, hai kota yang
kuat, sebab dalam satu jam saja sudah
berlangsung penghakimanmu.’”—Wahyu 18:9, 10.
2
Reaksi bangsa-bangsa mungkin
tampaknya mengherankan mengingat bahwa Babel sebenarnya dibinasakan oleh
sepuluh tanduk simbolis dari binatang buas merah-ungu. (Wahyu 17:16) Tetapi
pada waktu Babel lenyap, ”raja-raja di bumi” baru akan menyadari betapa berguna
ia bagi mereka dalam menjaga agar rakyat tetap tenang dan tunduk. Kaum pendeta
telah menyatakan peperangan sebagai sesuatu yang suci, bertindak sebagai
wakil-wakil yang merekrut prajurit-prajurit baru, dan mendorong pemuda-pemuda
ke medan perang. Agama merupakan tirai kesucian yang di baliknya para penguasa
yang korup telah bekerja untuk menindas rakyat biasa. (Bandingkan Yeremia
5:30, 31; Matius 23:27, 28.) Namun, perhatikan bahwa raja-raja yang
ditimpa dukacita ini sekarang berdiri dalam jarak jauh dari kota yang binasa
itu. Mereka tidak berdiri cukup dekat untuk membantunya. Mereka sedih
melihatnya lenyap tetapi tidak cukup sedih untuk mengambil risiko demi
kepentingannya.
Pedagang-Pedagang
Menangis dan Berkabung