HL | 25 December 2012 | 13:32 Dibaca: 5103 Komentar: 0 26
Mengapa mengucapkan selamat Natal tidak boleh dilakukan oleh pemimpin dari segala level? Sekularisme mengajarkan bahwa seorang pemimpin adalah pengayom dari semua warganya. Nah kalau seorang pemimpin mengucapkan “Merry Christmas”, pemimpin tersebut membuat sebuah generalisasi bahwa warganya adalah seorang Kristen. Walaupun secara statistik, warga yang mengaku Kristen tetap mayoritas, tetapi teteap saja tidak semua warga Amerika adalah Kristen…ada banyak warga beragama Yahudi, Hindu, Budha dan Islam yang semakin tumbuh subur di Amerika. Disisi lain ada banyak orang yang mengaku sebagai ateis atau bisa pula ditengah-tengahnya (agnostik) yang biasanya anti dengan kelembagaan agama. Pengucapan “Merry Christmast” dianggap sebuah pemaksaan untuk kembali mengucapkan “Merry Christmas” sebagai jawaban sehingga orang tersebut ‘berpura-pura’ seakan-akan dia seorang Kristen padahal dia mungkin seorang yang beragama lain atau sama sekali tidak percaya dengan apa yang diimani orang Kristen. Tambahan lagi, pemimpin di Amerika justru harus melindungi kaum yang minoritas dan dianggap lemah ini. Nah, yang mayoritas harus mengalah….
Lalu apakah Natal tidak dirayakan? Tetap saja dirayakan sebagai hari libur nasional. Presiden Obama-pun juga tetap menyalakan lampu natal raksasa di halaman belakang Gedung Putih. Disamping, pohon Natal besar, Obama juga memasang Lilin Hanukah yang kebetulan pelaksanaannya selalu berdekatan dengan Natal. Karena ada begitu banyak perbedaan kepercayaan inilah, tidak dianjurkan bahwa ucapan selamat natal diganti dengan ”happy holiday”.
Apa yang bisa ditarik dari hal ini?
Saat di Indonesia, terjadi perdebatan karena larangan mengucapkan selamat Natal, ternyata di Amerika, ucapan selamat Natal juga ‘dilarang’ dilakukan oleh seorang pemimpin. Yang satu alasannya untuk menegakkan hukum agama, yang satu alasannya untuk menegakkan hukum negara sekuler.
Lucunya kedua landasan ini secara dasariah mempunyai dasar pemikiran yang sangat bertentangan bahkan sekularisme dipandang sebagai salah satu ‘penyakit’ yang harus dibasmi oleh kelompok pertama (selain penyakin lain: sepilis/sekularisme, pluralisme dan liberalisme). Ternyata hasil dari kedua cara berpikir ini sama: jangan mengucapkan selamat natal!
Larangan ucapan selamat natal ternyata semakin menunjukkan bahwa tuduhan selama ini bahwa Amerika itu negara Kristen ternyata salah besar..bayangkan saja, kalau di Indonesia, ada larangan untuk pemimpin mengucapkan selamat hari besar Agama Islam.
Satu hal yang sama dialami oleh orang Kristen baik di Indonesia maupun di Amerika adalah anda harus siap menerima bahwa Anda tidak akan mendapatkan ucapan selamat Natal. Tak perlu kecewa dan marah..;) Anda harus bahagia karena Tuhan sendiri membuat kotbah tentang 10 Sabda bahagia (Matius 5: 1-12) yang mestinya menjadi hiburan rohani tersendiri bagi kita.
Untung walaupun kedua pemikiran ini cukup dominant, saya sendiri tetap menerima banyak ucapan Selamat natal…baik sekarang di amerika atau dulu di Indonesia. So…be happy.
Selamat Natal dan Tahun Baru.
Ohio yang semakin dingin
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar