Kamis, 21 Februari 2013

Cahaya tak Memiliki Usia

Febdian Rusydi (Rijksuniversiteit Groningen)

Ada satu benda di dunia ini, yang sudah ada semenjak alam semesta lahir, tapi tidak pernah merayakan hari kelahriannya alias tak berumur. Itulah foton, atau partikel cahaya. Tapi, bagaimana mungkin? Mari kita telaah dengan teori relativitas khusus Einstein.
Begitu mendengar teori relativitas khusus, ingatan kita spontan menuju konstanta kecepatan cahaya, kecepatan tercepat yang ada di jagad raya ini. Relativitas khusus mengatakan, ruang dan waktu, oleh Newtonian dianggap terpisah dan bernilai absolut, menyesuaikan diri mereka demi menjaga konstanitas kecepatan cahaya yang bernilai 3x108 meter/detik tersebut. Dengan kata lain, dimensi waktu akan melambat atau mencepat, dan dimensi ruang akan memanjang atau memendek, sehingga kecepatan foton selalu bernilai sama.
Konsep ini disimpulkan dengan satu kalimat, ”Benda bergerak akan merasakan waktu melambat dan ruang memendek.”
Konsep ini tidaklah sederhana, saat Einstein mempostulatkannya pada tahun 1905. Diperlukan puluhan tahun bagi para fisikawan untuk benar-benar bisa mengerti teori tersebut.
Sekarang mari kita ulangi percobaan fantasi yang pernah Einstein lakukan untuk memahami bagaimana waktu melambat dan ruang memendek.
Bagaimana waktu melambat?
Bayangkan kita memiliki dua buah jam-foton seperti pada Gambar 1. Kerja jam-foton tersebut adalah sebagai berikut: sebuah foton terperangkap dalam dua buah cermin (yang merefleksikan 100ahaya yang datang). Foton ini akan bergerak maju-mundur membentur dua cermin tersebut. Kedua cermin ini kita lengkapi dengan sepesial detektor yang akan berbunyi ”tik” setiap kali foton menyentuh permukaannya.
Kecepatan cahaya 3x108 meter/detik berarti cahaya akan menempuh jarak sejauh 3x108 meter dalam satu detik. Jika dua cermin tadi terpisah sejauh 30 meter (d = 30 meter), maka total foton menabrak dua cermin tersebut adalah 107 kali tik. Dengan kata lain, setiap kali detektor kita berbunyi 107 tik berarti itu sama dengan satu detik.
Satu jam-foton berdiri diam di atas Bumi, sementara yang lain kita beri kecepatan v pada sumbu-x. Foton pada jam-foton yang diam (kita sebut foton #1) harus bergerak 30 meter untuk bisa menghasilkan 1 tik. Tapi foton pada jam-foton yang bergerak (foton #2) harus begerak sejauh d’, yang dari Gambar 2 bisa kita lihat lebih panjang daripada d.
Akibatnya, saat foton #1 sudah membuat 107 tik, foton #2 masih berjuang untuk menghasilkan tik yang sama. Saat foton #2 berhasil menghasilkan 107 tik, foton #1 sudah memulai perjalanan untuk menghasilkan 107 tik kedua. Artinya, benda yang bergerak akan merasakan waktu 1 detik lebih lama (waktu melambat) daripada saat dia diam.
Bagaimana ruang memendek?
Bayangkan kita punya sebuah mobil yang panjangnya diukur saat diam adalah 5 meter. Tugas kita sekarang adalah mengukur panjang mobil ini saat berjalan, sementara kita tetap diam di atas Bumi. Tentu kita tidak mengukur dengan meteran seperti yang kita lakukan saat mobil diam.
Cara yang terbaik adalah memakai stopwatch. Hidupkan stopwatch ketika ujung depan mobil menyentuh sebuah garis acuan dan matikan saat ujung belakangnya melewati garis itu.
Jika kita bisa melakukan dengan akurat, maka waktu yang ditunjukkan stopwatch (t) berbanding lurus dengan panjang mobil (L), yaitu L = v*t, dengan v adalah kecepatan mobil tersebut. Panjang mobil saat jalan bisa didapat dengan mudah karena kita punya data v dan t.
Kalau percobaan itu dilakukan beberapa kali dengan meningkatkan kecepatan mobil, akan diperoleh hasil, semakin cepat pergerakan mobil maka semakin pendek panjang mobil. Kenapa demikian?
Dengan pemahaman waktu melambat di atas, hal ini lebih mudah dimengerti. Mobil yang berjalan akan mengalami perlambatan waktu. Semakin cepat dia bergerak, semakin lambat waktu yang dia rasakan, sehingga waktu yang diukur stopwatch semakin kecil. Dengan demikian, sesuai dengan L = v*t, panjang mobilpun semakin memendek.
Pergerakan dalam 4-Dimensi
Sejauh ini kesimpulan dari percobaan fantasi kita adalah semakin cepat benda bergerak, semakin melambat waktunya, dan semakin memendek ruangnya. Sekarang kita kembangkan kesimpulan itu untuk masuk dalam konsep ruang-waktu teori relativitas khusus.
Kita hidup dalam 4-dimensi, 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu. Keempat dimensi ini dibutuhkan untuk memberikan koordinat lengkap sebuah objek di alam semesta ini. Misalnya saat menggambarkan keberadaan seseorang di Lantai 4 Gedung PAU di Jln. Ganesha 10 (untuk menggambarkan 3 dimensi ruang), kita masih harus menyatakan pada pukul berapa orang itu ada di sana.
Sebuah objek sebenarnya bergerak di 4 dimensi ini. Sebuah mobil yang diam, tetap bergerak di dimensi waktu. Saat mobil ini dijalankan, maka pergerakannya di dimensi waktu “harus dibagi” dengan pergerakan di dimensi ruang. Sehingga pergerakan di dimensi waktu berkurang: waktu melambat karena pergerakan benda di dimensi ruang, persis seperti yang kita buktikan percobaan jam-foton.
Logika tersebut mengantarkan kita pada pemikiran, untuk mencapai pergerakan maksimum di dimensi ruang maka pergerakan di dimensi waktu harus nol. Pada kondisi inilah kecepatan benda menempuh dimensi ruang bisa maksimal.
Dan sesuai dengan teori relativitas khusus, bahwa kecepatan maksimal adalah kecepatan cahaya, segera kita sadari bahwa cahaya sama sekali tidak bergerak pada dimensi waktu. Dengan kata lain, foton tidak berumur . Foton yang dihasilkan semenjak alam semesta terbentuk sampai sekarang umurnya sama!
Bisa melewati kecepatan cahaya?
Ini terkait dengan salah satu formula teori relativitas khusus yang sangat terkenal: E=mc2, di mana E adalah energi, m adalah massa, dan c adalah konstanta kecepatan cahaya.
Formula tersebut menjelaskan relasi langsung antara energi-massa (konservasi energi-massa). Sebuah objek dengan massa m bisa menghasilkan energi E sebesar mc2 – dan karena c sebuah konstanta yang besar, massa yang kecil tetap akan menghasilkan energi yang besar. Bayangkan, Hiroshima tahun 1945 hancur akibat energi yang dihasilkan 1ari 2 pounds Uranium.
Di sisi lain, formula ini memainkan peranan penting dalam pergerakan objek dalam 4-dimensi. Benda yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin tinggi kecepatannya semakin besar energinya.
Saat kita paksa partikel muon mencapai kecepatan 99,9ecepatan cahaya, muon memiliki energi yang besar. Karena konservasi energi-massa, energi tadi meningkatkan massa muon 22 kali lebih massif daripada massa-diamnya (0.11 MeV).
Tentu saja semakin masif (pejal) benda, semakin susah untuk bergerak cepat. Ketika kecepatannya dinaikkan menjadi 99,999ecepatan cahaya, massanya bertambah 70.000 kali! Muon semakin masif dan semakin cenderung untuk tidak bergerak. Sehingga dibutuhkan energi yang tak berhingga untuk melewati kecepatan cahaya – jumlah energi yang tidak mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar