Selasa, 12 Maret 2013

Apakah Yesus dan Murid-muridnya Mengajarkan Doktrin Tritunggal?


Apakah Gereja yang Mula-Mula Mengajarkan bahwa Allah Adalah suatu Tritunggal?

Bagian 1—Apakah Yesus dan Murid-muridnya Mengajarkan Doktrin Tritunggal?

Apakah Yesus dan murid-muridnya mengajarkan doktrin Tritunggal? Apakah pemimpin-pemimpin Gereja beberapa abad berikutnya mengajarkan doktrin itu? Bagaimana asal mulanya? Dan mengapa penting untuk mengetahui kebenaran tentang kepercayaan ini? Mulai Bagian I dalam terbitan ini, Menara Pengawal akan membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam serangkaian artikel. Artikel-artikel lain dalam rangkaian ini akan muncul secara berkala dalam terbitan-terbitan selanjutnya.

ORANG-ORANG yang menerima Alkitab sebagai Firman Allah mengakui bahwa mereka mempunyai tanggung jawab untuk mengajar orang-orang lain tentang Sang Pencipta. Mereka juga menyadari bahwa isi pokok yang mereka pergunakan untuk mengajar tentang Allah harus benar.

Allah menghardik ’sahabat-sahabat’ Ayub karena tidak berlaku demikian. ”Maka firman [Yehuwa] kepada Elifas, orang Teman: ’MurkaKu menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hambaKu Ayub.’”—Ayub 42:7.

Rasul Paulus, pada waktu membahas tentang kebangkitan, berkata bahwa kita akan ternyata ”berdusta terhadap Allah” jika kita mengajarkan tentang kegiatan-kegiatan Allah dengan cara yang tidak benar. (1 Korintus 15:15) Bila halnya demikian mengenai pengajaran kebangkitan, betapa kita harus berlaku sangat teliti pada waktu mengajarkan tentang siapa gerangan Allah!

Doktrin Tritunggal

Hampir semua gereja dalam Susunan Kristen mengajarkan bahwa Allah suatu Tritunggal. The Catholic Encyclopedia menyebut ajaran Tritunggal ”doktrin utama agama Kristen”, dengan mendefinisikannya sebagai berikut,

”Dalam kesatuan keallahan tersebut ada Tiga Pribadi, Bapa, Putra, dan Roh Kudus, ketiga Pribadi ini benar-benar berbeda satu sama lain. Maka menurut kata-kata Kredo Athanasia, ’Bapa adalah Allah, Putra adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, namun tidak ada tiga Allah, tetapi satu Allah.’ . . . Pribadi-pribadi tersebut sama kekalnya dan setara: semuanya sama-sama tidak diciptakan dan mahakuasa.”1

The Baptist Encyclopædia memberikan definisi yang sama. Dikatakan,

”[Yesus] adalah . . . Yehuwa yang kekal . . . Roh Kudus adalah Yehuwa . . . Putra dan Roh Kudus disejajarkan sepenuhnya dengan Bapa. Jika ia adalah Yehuwa demikian juga mereka.”2

Kutukan Dijatuhkan atas para Penentang

Pada tahun 325 M., konsili para uskup di Nicea di Asia Kecil merumuskan suatu kredo yang menyatakan Putra Allah sebagai ”Allah yang sejati”. Sebagian dari kredo tersebut mengatakan,

”Akan tetapi bagi mereka yang mengatakan, Ada [suatu waktu] bilamana [Putra] tidak ada, dan, Sebelum lahir Ia tidak ada, dan bahwa Ia menjadi ada dari ketiadaan, atau siapa yang menyatakan bahwa Putra Allah terdiri dari wujud atau zat yang berbeda, atau diciptakan, atau bisa diubah atau berubah—mereka ini dikutuk oleh Gereja Katolik.”3

Jadi, siapa saja yang percaya bahwa Putra Allah tidak sama kekalnya dengan Bapa atau bahwa Putra diciptakan, diserahkan kepada kutukan kekal. Dapat dibayangkan tekanan atas kaum awam untuk menyetujui hal ini.

Pada tahun 381 M., konsili lain bersidang di Konstantinopel dan menyatakan bahwa roh suci harus disembah dan dimuliakan sama seperti Bapa dan Putra. Satu tahun kemudian, pada tahun 382 M., sinode yang lain bersidang di Konstantinopel dan meneguhkan keilahian yang penuh untuk roh suci.4 Pada tahun yang sama, di hadapan suatu konsili di Roma, Paus Damasus menyampaikan sekumpulan ajaran yang harus dikutuk oleh gereja. Dokumennya, yang disebut Tome (Buku) Damasus, yang mencakup pernyataan berikut,

”Jika seseorang menyangkal bahwa Bapa kekal, bahwa Putra kekal, dan bahwa Roh Kudus kekal: ia adalah seorang bidah.”

”Jika seseorang menyangkal bahwa Putra adalah Allah yang sejati, sama seperti Bapa adalah Allah yang sejati, memiliki semua kuasa, mengetahui segala sesuatu, dan setara dengan Bapa, ia adalah seorang bidah.”

”Jika seseorang menyangkal bahwa Roh Kudus . . . adalah Allah yang sejati . . . memiliki semua kuasa dan mengetahui segala sesuatu, . . . ia adalah seorang bidah.”

”Jika seseorang menyangkal bahwa tiga pribadi itu, Bapa, Putra, dan Roh Kudus, adalah pribadi-pribadi sejati, setara, kekal, memiliki semua perkara yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, bahwa mereka adalah mahakuasa, . . . ia adalah seorang bidah.”

”Jika seseorang mengatakan bahwa [Putra yang] menjadi daging tidak ada di surga dengan Bapa pada waktu ia berada di bumi, ia adalah seorang bidah.”

”Jika seseorang, walaupun mengatakan bahwa Bapa adalah Allah dan Putra adalah Allah dan Roh Kudus adalah Allah, . . . namun tidak mengatakan bahwa mereka adalah satu Allah, . . . ia adalah seorang bidah.”5

Sarjana-sarjana Yesuit yang menerjemahkan kata-kata di atas dari bahasa Latin menambahkan komentar, ”Paus St. Celestine I (422-32) rupanya menganggap aturan-aturan ini sebagai hukum; aturan-aturan ini mungkin dianggap sebagai definisi iman.”6 Dan sarjana Edmund J. Fortman mengatakan dengan tegas bahwa tome itu merupakan ”doktrin tritunggal yang utuh dan kokoh”.7

Jika saudara adalah anggota gereja yang menerima ajaran Tritunggal, apakah pernyataan-pernyataan ini menjadi definisi bagi iman saudara? Dan apakah saudara menyadari bahwa jika saudara menganut Doktrin Tritunggal sebagaimana diajarkan oleh gereja-gereja, berarti saudara harus percaya bahwa Yesus berada di surga sementara ia berada di bumi? Ajaran ini serupa dengan apa yang dinyatakan oleh gerejawan abad ke empat Athanasius dalam bukunya On the Incarnation (Mengenai Inkarnasi),

”Firman [Yesus] tidak dikungkung oleh tubuh-Nya, juga kehadiran-Nya dalam tubuh tidak menghalangi-Nya untuk berada di tempat lain juga. Pada waktu ia memindahkan tubuh-Nya Ia masih terus mengatur alam semesta dengan Pikiran dan kuasa-Nya, . . . Ia tetap Sumber kehidupan bagi seluruh alam semesta, berada di dalam setiap bagiannya, namun berada di luar keseluruhannya.”8

Apa yang Diartikan oleh Doktrin Tritunggal

Beberapa orang berkesimpulan bahwa yang diartikan oleh ajaran Tritunggal adalah sekadar menganggap Yesus memiliki keilahian dan keallahan. Bagi orang-orang lain, percaya kepada Tritunggal tidak lebih dari percaya kepada Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

Namun, pengamatan yang teliti atas kredo-kredo Susunan Kristen menunjukkan betapa tidak memadai gagasan-gagasan sedemikian jika dihubungkan dengan doktrin yang formal tersebut. Dari definisi-definisi resmi jelas terlihat bahwa doktrin Tritunggal bukan gagasan yang sederhana. Sebaliknya, ia adalah serangkaian gagasan terpisah yang rumit yang digabungkan dalam jangka waktu yang lama dan dikaitkan satu sama lain.

Dari gambaran doktrin Tritunggal yang muncul setelah Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M., dari Tome Damasus pada tahun 382 M., dari Kredo Athanasia yang muncul beberapa waktu kemudian, dan dari dokumen-dokumen lain, kita dapat menentukan dengan jelas apa yang Susunan Kristen maksudkan dengan doktrin Tritunggal. Doktrin itu menyangkut gagasan-gagasan tertentu sebagai berikut:

  1. Dikatakan ada tiga pribadi ilahi—Bapa, Putra, dan Roh Kudus—dalam Keallahan.

  2. Masing-masing dari tiga pribadi yang terpisah ini dikatakan kekal, tidak satu pun yang lebih dahulu atau sesudah yang lain dalam hal waktu.

  3. Masing-masing pribadi dianggap mahakuasa, yang satu tidak lebih besar atau lebih kecil daripada yang lain.

  4. Masing-masing pribadi dianggap mahatahu, mengetahui segala sesuatu.

  5. Masing-masing pribadi disebut Allah yang sejati.

  6. Akan tetapi, dikatakan bahwa tidak ada tiga Allah melainkan hanya satu Allah.

Jelaslah bahwa doktrin Tritunggal adalah serangkaian gagasan rumit, yang paling sedikit mencakup unsur-unsur penting di atas dan bahkan menyangkut lebih banyak lagi, sebagaimana tersingkap bila rinciannya diamati. Namun, bila kita pertimbangkan hanya gagasan dasar di atas, jelas bahwa jika ada yang dikurangi, sisanya bukan lagi Tritunggal Susunan Kristen. Untuk mendapat gambaran yang lengkap, setiap bagian ini harus ada.

Dengan pengertian yang lebih baik mengenai istilah ”Tritunggal” ini, sekarang kita dapat bertanya: Apakah itu ajaran Yesus dan dan murid-muridnya? Jika demikian, ajaran itu seharusnya muncul dalam bentuk yang lengkap pada abad pertama Masehi. Dan karena apa yang mereka ajarkan ada dalam Alkitab, maka hanya salah satu yang benar, doktrin Tritunggal adalah ajaran Alkitab atau bukan. Andai kata ia ajaran Alkitab, ia seharusnya diajarkan dengan jelas dalam Alkitab.

Tidak masuk akal untuk berpikir bahwa Yesus dan murid-muridnya akan mengajar orang-orang tentang Allah namun tidak memberi tahu mereka siapa gerangan Allah, terutama pada waktu beberapa orang yang percaya dituntut untuk mempertaruhkan hidup mereka bagi Allah. Maka, tentunya Yesus dan murid-muridnya akan memberikan prioritas yang paling tinggi untuk mengajar orang-orang lain mengenai doktrin yang sangat penting ini.

Periksalah Alkitab

Dalam Kisah Para Rasul pasal 17, ayat 11, orang-orang disebut ”baik hatinya” karena ”setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian”, yakni hal-hal yang diajarkan rasul Paulus. Mereka dianjurkan untuk menggunakan Alkitab bahkan untuk membuktikan ajaran seorang rasul. Saudara hendaknya juga berbuat demikian.

Ingatlah bahwa Alkitab ”diilhamkan Allah” dan harus digunakan untuk ”menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah [benar-benar, NW] diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”. (2 Timotius 3:16, 17) Jadi Alkitab lengkap dalam masalah-masalah doktrin. Andai kata doktrin Tritunggal benar, seharusnya ia ada di dalam Alkitab.

Kami mengundang saudara untuk meneliti Alkitab, khususnya ke-27 buku Alkitab Yunani Kristen, untuk memeriksa sendiri apakah Yesus dan murid-muridnya mengajarkan Tritunggal. Seraya saudara meneliti, tanyakan kepada diri sendiri:

  1. Dapatkah saya menemukan ayat yang menyebutkan ”Tritunggal”?

  2. Dapatkah saya menemukan ayat yang mengatakan bahwa Allah terdiri dari tiga pribadi, Bapa, Putra, dan Roh Kudus, namun ketiganya hanya satu Allah?

  3. Dapatkah saya menemukan ayat yang mengatakan bahwa Bapa, Putra, dan roh kudus setara dalam segala hal, seperti dalam hal kekekalan, kuasa, kedudukan, dan hikmat?

Sekalipun saudara meneliti dengan saksama, saudara tidak akan menemukan satu ayat pun yang menggunakan kata Tritunggal, ataupun ayat yang mengatakan bahwa Bapa, Putra, dan roh kudus setara dalam segala hal, seperti dalam hal kekekalan, kuasa, kedudukan, dan hikmat. Bahkan tidak ada satu ayat pun yang mengatakan bahwa Putra setara dengan Bapa dalam hal-hal tersebut—dan andai kata ada ayat demikian, hal itu akan menetapkan bukan Tritunggal melainkan ”dwitunggal”. Dalam ayat mana pun Alkitab tidak pernah menyamakan roh kudus dengan Bapa.

Apa yang Dikatakan Banyak Sarjana

Banyak sarjana, termasuk mereka yang menganut Tritunggal, mengakui bahwa Alkitab tidak memuat doktrin Tritunggal yang nyata. Misalnya, The Encyclopedia of Religion menyatakan,

”Para penafsir Alkitab dan ahli teologi dewasa ini menyetujui bahwa Alkitab Ibrani tidak memuat doktrin Tritunggal . . . Sekalipun Alkitab Ibrani menggambarkan Allah sebagai bapak bangsa Israel dan menggunakan personifikasi Allah sebagai Firman (davar), Roh (ruah), Hikmat (hokhmah), dan Kehadiran (shekhinah), akan merupakan hal yang melampaui niat dan semangat Perjanjian Lama untuk menghubungkan gagasan-gagasan ini dengan doktrin tritunggal yang muncul kemudian.

”Lebih jauh, para penafsir Alkitab dan ahli teologi setuju bahwa Perjanjian Baru juga tidak memuat doktrin Tritunggal yang jelas (explicit). Allah Bapa adalah sumber segala sesuatu dan juga bapa bagi Kristus Yesus; ’Bapa’ bukan merupakan jabatan untuk pribadi pertama dari Tritunggal melainkan sinonim untuk Allah. . . .

”Dalam Perjanjian Baru tidak tercermin kesadaran tentang sifat metafisik Allah (’tritunggal yang selalu hadir di mana-mana’), Perjanjian Baru juga tidak memuat bahasa teknis tentang doktrin yang kemudian (hupostasis, ousia, substantia, subsistentia, prosōpon, persona). . . . Sudah pasti doktrin tersebut tidak dapat diteguhkan berdasarkan bukti Alkitab sendiri.”9

Mengenai fakta-fakta sejarah mengenai hal ini, The New Encyclopædia Britannica menyatakan,

”Baik kata Tritunggal maupun doktrin yang jelas tidak muncul dalam Perjanjian Baru . . .

”Doktrin tersebut berkembang perlahan-lahan selama beberapa abad dan melalui banyak pertentangan pendapat. . . .

”Baru pada abad ke-4 keterpisahan ketiga pribadi dan kesatuan mereka ditetapkan dalam suatu doktrin ortodoks tentang satu wujud dan tiga pribadi.10

New Catholic Encyclopedia membuat pernyataan yang serupa mengenai asal usul Tritunggal:

”Ada pengakuan dari pihak para penafsir dan ahli teologi Alkitab, termasuk orang-orang Katolik Roma yang jumlahnya terus meningkat, bahwa orang seharusnya tidak berbicara tentang masalah paham Tritunggal dalam Perjanjian Baru tanpa batas penerapan yang sungguh-sungguh. Ada juga pengakuan sejajar yang hampir sama oleh para sejarawan dogma dan para ahli teologi sistematis bahwa jika seseorang berbicara mengenai masalah Tritunggal tanpa batas penerapan, orang itu sudah berpindah dari zaman asal-mula Kekristenan, ke kira-kira, seperempat abad terakhir dari abad ke-4. Barulah pada zaman itu apa yang mungkin disebut dogma Tritunggal yang definitif ’satu Allah dalam tiga Pribadi’ benar-benar diserap ke dalam kehidupan dan pemikiran Kristen. . . .

”Formula itu sendiri tidak mencerminkan kesadaran langsung dari masa-masa awal; itu merupakan hasil perkembangan doktrin selama 3 abad.”11

Apakah Itu ”Tersirat”?

Para penganut doktrin Tritunggal mungkin berkata bahwa Alkitab ”menyiratkan” suatu Tritunggal. Namun pernyataan ini dibuat lama setelah Alkitab ditulis. Itu merupakan upaya untuk memberi kesan seolah-olah Alkitab berisi hal-hal yang belakangan ditetapkan oleh para pendeta tanpa bukti sebagai doktrin.

Tanyakan kepada diri saudara: Mengapa Alkitab hanya ”menyiratkan” ajarannya yang paling penting—mengenai siapa gerangan Allah? Alkitab menyatakan ajaran-ajaran dasar lain dengan jelas; mengapa tidak demikian dengan doktrin ini, yang justru paling penting? Tidakkah Pencipta alam semesta akan mengarang sebuah buku yang menerangkan dengan jelas mengenai keadaan diri-Nya sebagai Tritunggal andai kata memang demikian?

Alasan Alkitab tidak mengajarkan doktrin Tritunggal dengan jelas adalah sederhana: Doktrin itu bukan ajaran Alkitab. Andai kata Allah adalah Tritunggal, Ia pasti akan membuatnya jelas agar Yesus dan murid-muridnya dapat mengajarkannya kepada orang-orang lain. Dan keterangan yang sangat penting itu tentu sudah dimuat dalam Firman Allah terilham. Persoalan itu tidak akan dibiarkan untuk diselesaikan dengan susah payah oleh manusia yang tidak sempurna beberapa abad kemudian.

Jika kita memeriksa ayat-ayat yang dikemukakan oleh para penganut Tritunggal sebagai bukti bahwa Alkitab ”menyiratkan” suatu Tritunggal, apa yang kita dapatkan? Penilaian yang jujur menyingkapkan bahwa ayat-ayat tersebut tidak berbicara tentang Tritunggal Susunan Kristen. Sebaliknya, para ahli teologi berupaya untuk memaksakan gagasan-gagasan Tritunggal yang mereka sudah miliki ke dalam ayat-ayat tersebut. Namun gagasan-gagasan tersebut tidak ada dalam ayat-ayat itu. Sebenarnya, gagasan-gagasan Tritunggal itu berlawanan dengan kesaksian Alkitab yang jelas secara keseluruhan.

Salah satu contoh ayat seperti itu terdapat di Matius 28:19, 20. Dalam ayat itu, Bapa, Putra, dan roh kudus disebutkan bersama-sama. Ada orang yang menyatakan bahwa hal ini menyiratkan Tritunggal. Namun silakan saudara baca ayat-ayat itu sendiri. Apakah ada sesuatu dalam ayat-ayat tersebut yang mengatakan bahwa ketiganya adalah satu Allah setara dalam hal kekekalan, kuasa, kedudukan, dan hikmat? Tidak, tidak ada. Itu sama dengan ayat-ayat lain yang menyebutkan ketiganya sekaligus.

Bagi mereka yang melihat siratan-siratan Tritunggal dalam Matius 28:19, 20 dalam penggunaan ”nama” dalam bentuk tunggal untuk Bapa, Putra, dan roh kudus, silakan membandingkan penggunaan ”nama”, tunggal, bagi Abraham dan Ishak dalam Kejadian 48:16.—King James Version; New World Translation of the Holy Scriptures.

Para penganut Tritungal juga menunjuk kepada Yohanes 1:1 dalam beberapa terjemahan, yang menyatakan ”Firman” berada ”bersama-sama dengan Allah” dan dikatakan sebagai ”Allah”. Namun terjemahan-terjemahan Alkitab yang lain mengatakan bahwa Firman itu adalah ”suatu allah” atau ”ilahi”, yang tidak selalu berarti Allah melainkan suatu pribadi yang berkuasa. Selanjutnya, ayat Alkitab itu berkata bahwa ”Firman itu” ada ”bersama-sama dengan” Allah. Masuk akal jika hal ini berarti bahwa ia tidak mungkin sebagai Allah itu sendiri. Dan tidak soal apa yang disimpulkan mengenai ”Firman itu”, kenyataannya hanya dua pribadi yang disebutkan dalam Yohanes 1:1, bukan tiga. Lagi-lagi, semua ayat yang dicoba untuk mendukung doktrin Tritunggal gagal total jika diteliti dengan jujur.

Faktor lain untuk dipertimbangkan adalah: Andai kata doktrin Tritunggal diajarkan oleh Yesus dan murid-muridnya dahulu, maka tentu para pemimpin gereja yang hidup segera setelah zaman itu juga akan mengajarkannya. Namun apakah orang-orang ini, yang dewasa ini disebut Bapa-Bapa Rasuli, mengajarkan doktrin Tritunggal? Pertanyaan ini akan dibahas pada Bagian 2 seri ini dalam terbitan Menara Pengawal yang mendatang.

Pustaka Acuan

 1. The Catholic Encyclopedia, 1912, Jilid XV, halaman 47.

 2. The Baptist Encyclopædia, diedit oleh William Cathcart, 1883, halaman 1168, 1169.

 3. A Short History of Christian Doctrine, oleh Bernhard Lohse, Edisi 1980, halaman 53.

 4. Ibid., halaman 64, 65.

 5. The Church Teaches, diterjemahkan dan diedit oleh John F. Clarkson, S.J., John H. Edwards, S.J., William J. Kelly, S.J., dan John J. Welch, S.J., 1955, halaman 125-127.

 6. Ibid., halaman 125.

 7. The Triune God, oleh Edmund J. Fortman, Edisi 1982, halaman 126.

 8. On the Incarnation, diterjemahkan oleh Penelope Lawson, Edisi 1981, halaman 27, 28.

 9. The Encyclopedia of Religion, Mircea Eliade, kepala editor, 1987, Jilid 15, halaman 54.

10. The New Encyclopædia Britannica, Edisi ke-15, 1985, Jilid 11, Micropædia, h.a 928.

11. New Catholic Encyclopedia, 1967, Jilid XIV, halaman 295.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar