Trimurti Dalam Agama Hindu dan Tritunggal dalam Agama Kristen” (Tinjauan Filosofis)
A. Latar Belakang
Dalam agama Kristen Khatolik maupun Protestan, sebagaimana tercantum dalam kredo Imam Rasuli, yaitu tritunggal yang terdiri dari Allah Bapa, Allah Putra, dan Roh Kudus ketiga-tiganya adalah pribadi Allah, maha kudus maha sempurna, maha tahu , maha kuasa dan bersifat kekal. Oleh karenanya maka ketiganya dihormati dan disembah dengan cara yang sama. Namun walaupun unsurnya tiga, ia merupakan hanya satu Allah, karena tiga hanya berarti satu; maka disebut tritunggal Yang Maha Kudus.[1]
Tritunggal dalam bahasa Arab disebut “tatslits atau tsaluts”, dalam bahasa Jawa disebut triniji atau “telu-telu ning atunggal”, dan dalam bahasa Inggris disebut “trinity”. Agama Nasrani mengajarkan bahwa Allah itu satu, tetapi beroknum tiga. “Oknum” dalam bahasa Jawa berarti “jejer”. Jadi Allah satu beroknum tiga artinya dalam bahasa Jawa “Allah sawiji ajejer telu”. Allah adalah satu, tetapi beroknum tiga ialah Sang Bapa, Sang Putra dan Sang Roh Suci. Demikian ajaran Nasrani, dan inilah yang disebut tatsalits. Allah Yang Maha Esa, yang menyatakan diri dengan “tiga cara berada” sebagai Allah Bapa, sebagai Allah anak, sebagai Roh Kudus.
Tiap-tiap oknum itu sungguh-sungguh Allah, jadi Sang Bapa, jadi sang Putra dan Sang Roh Kudus itu masing-masing Allah yang sungguh-sungguh. Kesemuanya bersifat kekal dan maha sempurna. Yang satu tidak lebih tua dari yang lain dan tidak lebih muda dari yang lainnya. Ketiga-tiganya itu mempunyai segala sifat-sifat ketuhanan, sama-sama bersifat maha sempurna, maha bijaksana, maha kuasa dan sebagainya. Akan tetapi yang maha sempurna dan bijaksana itu hakikatnya hanya satu saja. Ajaran tentang tatslits disebut misteri (rahasia). Namun ajaran Tritunggal ini merupakan pokok kepercayaan agama Nasrani.
Untuk dapat mengetahui rahasia ajaran Tritunggal tersebut manusia memerlukan pertolongan Tuhan dengan memperbanyak do’a. Manusia dapat mengetahui bahwa Allah terdiri dari tiga pribadi karena Yesus Kristus mewahyukan rahasia tersebut pada manusia. Umat Kristen pada umumnya bersyukur kepada Allah Tritunggal kerena Allah Bapa adalah “pencipta” segala sesuatu, karena Allah Putra telah “menebus dosa” manusia, dan karena roh kudus menyucikan manusia.[2]
Iman Kristiani adalah kepercayaan kepada Allah yang telah mewahyukan diri sebagai Bapa dengan mengutus Yesus Kristus, putranya yang tunggal kepada kita, agar kita dapat bersatu dengan-Nya dalam Roh Kudus itu juga yang mempersatukan Yesus dengan Bapa. Dengan demikian jelaslah bahwa iman Kristiani pada hakikatnya bersifat trinitaris: iman kepada Allah tritunggal. Itulah sebabnya baik syahadat para rasul maupun syahadat nicea – Konstantinopel mempunyai struktur trinitaris pula (et sec).[3] Dalam hubungan ini Nico Syukur Dister OFM mengungkapkan:
Telah kita lihat dalam paham “wahyu Allah dalam Yesus” termaktublah tiga gagasan, yaitu Bapa, putra dan roh kudus. Yesus bersatu dan sekaligus berbeda dengan Allah Bapa, karena Allah Sang Putra. Barang siapa mengimani ketuhanan Yesus (= kesatuan-Nya dengan Bapa), memiliki Roh Kudus. Telah kita lihat pula bahwa, jika di dalam pelaksanaannya wahyu Allah itu Bapa, Putra dan Roh Kudus merupakan tiga unsur yang berbeda namun berkaitan satu sama lain. Maka di antara hakikat abadi Allah sendiri pun demikian halnya, sebab Allah justru mewahyukan diri-Nya sendiri. Sekian hasil renungan teologis dalam fasal-fasal sebelumnya. Sekarang tinggal pertanyaan : bagaimanakah Bapa, Putra dan Roh Kudus merupakan satu Allah yang tunggal, kendati ada perbedaan semacam itu?[4]
Berbeda dengan paham tritunggal di atas, yaitu trimurti dalam agama Hindu, bahwa tidak ada suatu agama lain yang mempercayai begitu banyak dewa seperti agama Hindu. Karena itu, sungguh pun diakui bahwa dalam agama ini ada dewa tertinggi, seperti dewa Brahma dalam trimurti, namun sistem ketuhanannya tidak tepat disebut monotheisme, sebaliknya merupakan polytheisme yang paling nyata. Juga pengertian Tuhan dalam agama Hindu, berbeda dengan pengertian Tuhan dalam agama Islam. Agama Hindu mempertuhankan dewa-dewa, tetapi setiap dewa mempunyai derajat dan kemuliaan yang berbeda dalam pandangan setiap sekte. Mula-mula disepakati ada tiga dewa tertinggi yang disebut trimurti, yaitu Brahma, Wisnu dan Syiwa. Brahma dianggap dewa pencipta alam semesta, Wisnu dianggap dewa pemelihara, sedang Syiwa dianggap sebagai dewa penghukum atau dewa pembinasa terhadap perbuatan jahat (tetapi kadang-kadang dianggap pembinasa terhadap apa saja), karena itu sangat ditakuti.
Setelah trimurti, barulah terdapat dewa-dewa yang tidak terhitung jumlahnya, sehingga masing-masing sebab mempunyai penafsiran sendiri tentang dewa-dewa mana yang lebih unggul dan dewa-dewa mana yang lebih lemah. Keunggulan antara ketiga dewa trimuti itu sendiri mengalami perubahan terhadap para penganut agama Hindu di India. Di masa perkembangan yang pertama, Brahma sangatlah dipuja sebagai dewa tertinggi dalam agama Hindu. Akan tetapi, makin lama terjadi perubahan sehingga Wisnu yang paling kuasa, karena dialah yang dianggap betul-betul mengatur kehidupan manusia. Berkali-kali Wisnu dianggap menjelma menjadi manusia sebagai raja yang berkuasa di dunia. Timbul anggapan bahwa Rama sebagai penjelmaan Wisnu di India dan Airlangga sebagai penjelmaan Wisnu di Indonesia. Kemudian timbul pula suatu sekte yang berkuasa, menganggap dewa Syiwa itulah yang menjadi dewa tertinggi, karena dialah yang bisa menghukum dan menghancurkan dunia. Dia juga bisa muncul kembali sebagai dewa-dewa lain. Misalnya, sebagai dewa Mahakala yang menguasai kematian dan menyebabkan dunia binasa; sebaliknya, sebagai dewa Batara Guru yang paling mengetahui hukuman apa yang patut diberikan atas dunia dan manusia. Dia bisa menjadi pengajar besar (Mahaguru) serta pertapa mulia (Maharesi) yang tertinggi, maka dewa Syiwa juga sering disebut mahadewa atau mahaeswara yang berarti raja dewa dewata agung yang menguasai langit-langit dan bumi serta mati hidupnya segala makhluk. Dia tinggal di gunung yang tertinggi (Mahameru). Gunung semeru di Jawa dan bukit siguntang Mahameru di Palembang, mungkin penamaannya akibat pengaruh sekte Hindu Syiwa tersebut.
Karenanya, terdapat juga kepercayaan terhadap dewi menurut ajaran agama Hindu. Penganut agama Hindu beranggapan bahwa para dewi adalah syakti dari para dewa, maksudnya penjelmaan kekuasaan tertentu yang berupa perempuan. Syakti dari dewa Syiwa sebagai raksasa yang menakutkan (mahakala) adalah Dewa Koli atau Dewi Durga, yakni Dewa Kematian. Syakti dari Dewi Wisnu disebut Dewi Sri, yakni Dewi Kebahagiaan. Sedangkan syakti dari Dewa Brahma disebut Dewi Saraswati, yakni Dewi Kesenian atau Dewi Pengetahuan.
Di samping syakti-syakti tersebut, dalam anggapan agama Hindu para dewa tertinggi juga mempunyai kendaraan (tunggangan) yang berupa hewan-hewan tertentu yang mempunyai kekuatan khusus. Misalnya, Syiwa mempunyai kendaraan lembu yang disebut “nandi”, sedangkan Wisnu mempunyai kendaraan burung rajawali yang disebut “garuda”, dan Brahma berkendaraan hewan unggas (angsa) yang disebut “hangsa”.
Sistem dewa-dewa dalam agama Hindu juga ada sangkut pautnya dengan kekuatan alam. Misalnya, matahari disebut Dewa Surya, bumi disebut Dewi Pertiwi, langit-langit dan laut sering disebut Dewa Waruna, hujan dan perang disebut Dewa Indra, angin topan disebut Dewa Maruta atau Dewa Marut. Nama-nama dewa alam sering terjadi salah tafsir di antara sekte-sekte tertentu dalam agama Hindu. Misalnya, untuk Dewa Indra adalah Dewa Perang tetapi untuk sekte yang lain adalah Dewa Hujan. Begitulah seterusnya sehingga amat sukar dipegang sebagai anggapan yang mantap. Apalagi alasan penamaan tersebut tidak ada dasarnya dalam kitab-kitab Weda.
Hewan-hewan tertentu juga dipuja dalam agama Hindu sebagai penjelmaan para dewa. Kera, dianggap sebagai rakyatnya Hanoman (penjelmaan dewata) yang menjadi tentaranya Rama (penjelmaan Wisnu). Lembu, ular dan buaya juga dipuja dalam agama Hindu karena dianggap penjelmaan para dewa tertentu. Terutama lembu, sangat dimuliakan, dianggap hewan suci dan tidak boleh dibunuh. Bahkan kotorannya dianggap suci pula, dapat melenyapkan noda-noda tertentu baik berupa penyakit kejiwaan atau tubuh manusia.
Tempat para dewa disebut karahyangan, kaindraan, atau kayangan, yakni semacam pengertian surga dalam agama Islam dan Kristen Karahyangan itu tempatnya di puncak gunung tertinggi (Himalaya, Semeru atau apa saja), yang disebut gunung Mahameru. Sebaliknya orang-orang yang durhaka, tidak memuja kepada dewa akan dimasukkan ke dalam kawah api yang berada diperut bumi, yakni semacam pengertian neraka dalam agama Islam dan Kristen. Neraka ini dikuasai oleh Dewa Yama. Mereka yang sudah terbenam ke dalam kawah api itu tidak akan timbul lagi (hidup lagi) kemuka bumi untuk naik kekarahyangan.[5]
Menurut Harun Hadiwijono mulai abad ke-6 hingga abad ke-2 SM keadaan India dapat dikatakan agak kacau. Pada zaman ini terjadi krisis politik. bangsa-bangsa asing memasuki India, hingga keamanan terganggu. Umpamanya, pada awal abad ke-6 SM raja Darius I dari Persia memasuki bagian barat India dan menjadikan bagian ini menjadi suatu propinsi Persia.
Ada banyak keluhan terdengar atas kemerosotan abad-abad ini. Orang-orang yang kecewa bukan lagi mengarahkan perhatian mereka keluar, melainkan ke dalam, kepada jiwa dan perasaan mereka. Oleh karena kepercayaan kepada dewa-dewa sudah tidak hidup lagi, maka merosotlah hidup kesusilaan. Timbullah orang-orang yang ingin memperbaharui keadaan. Itulah sebabnya pada zaman ini timbul pemikiran-pemikiran falsafati yang beraneka ragam. Sebaliknya, zaman ini juga penuh pertentangan-pertentangan. Orang-orang yang pada zaman ini termasuk menjadi reformator yang penting adalah Gautama (Buddha) dan Wardhamana.
Dapat dikatakan bahwa zaman ini satu pihak menimbulkan aliran-aliran yang ateistis, seperti umpamanya agama jain dan agama Buddha, sedang dilain pihak menimbulkan aliran-aliran yang teistis,seperti umpamanya kitab Bhagawadgita, agama Syiwa dan Mahavana. Golongan ketiga, yang ditimbulkan zaman ini adalah aliran-aliran falsafah, seperti samkhya, yoga dan sebagainya.[6]
Dari uraian di atas timbullah masalah: apa peran dan fungsi ketiga Tuhan itu dalam agama Kristen dan Hindu? Mengapa konsep ketiga Tuhan bisa menjadi monotheisme? Bagaimana praktek penyembahannya terhadap ketiga Tuhan itu? ketiga masalah ini perlu diteliti, dengan harapan dapat dijadikan masukan sebagai studi banding oleh peneliti lainnya. Jika masalah ini tidak diteliti maka konsep tritunggal dan trimurti itu menjadi tidak jelas bagi orang yang ingin meneliti lebih dalam tentang perbedaan dan persamaan serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing konsep. Oleh sebab itu, penelitian ini hendak dilakukan dengan tinjauan filosofis. Yang dimaksud tinjauan filosofis di sini yaitu meninjau dari aspek falsafah ketuhanan kedua agama itu secara mendalam.[7] Atas dasar ini mendorong penulis mengangkat tema ini dengan judul: “Trimurti Dalam Agama Hindu dan Tritunggal dalam Agama Kristen” (Tinjauan Filosofis).
B. Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan merupakan penjabaran dari tema sentral masalah menjadi beberapa sub masalah yang spesifik, dirumuskan dalam kalimat tanya.[8] Maka yang menjadi pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana persamaan dan Perbedaan Konsep Trimurti dan Tritunggal?
2. Bagaimana kelebihan dan Kelemahan Serta Wacana Konsep Trimurti dan Tritunggal?
3. Bagaimana Trimurti dan Tritunggal Relevansinya dengan Monotheisme?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui peran dan fungsi masing-masing Tuhan dalam konsep trimurti dan tritunggal.
2. Untuk mengetahui sebab konsep tiga Tuhan itu sehingga bisa menjadi monotheisme.
3. Untuk mengetahui praktek penyembahannya terhadap ketiga Tuhan itu.
Adapun manfaat penulisan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Secara teoritis, yaitu untuk menambah khasanah kepustakaan fakultas ushuluddin, khususnya jurusan perbandingan agama yang pada gilirannya diharapkan dapat dijadikan studi banding oleh penulis atau peneliti lainnya.
2. Secara praktis, untuk memperluas wawasan keilmuan guna dapat menjawab permasalahan yang muncul dan berkembang di masyarakat.
D. Tinjauan Pustaka
Sepanjang pengetahuan penulis berdasarkan hasil penelitian di perpustakaan Ushuluddin, belum ada skripsi lain yang judulnya sama dengan tulisan ini. Namun demikian terhadap buku-buku yang telah dipublikasikan tidak sedikit yang menguraikan tentang konsep ajaran ketuhanan. Akan tetapi tidak berarti judul skripsi ini sama dengan temuan dari penulis-penulis lainnya, karena secara komparasi belum ada buku atau penelitian yang mengungkapkan konsep tritunggal dihubungkan dan dibandingkan dengan konsep trimurti. Adapun sebuah skripsi yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini:
1. Yesus Kristus dalam Sistem Kepercayaan Katolik dan Protestan (Studi Komparasi) disusun oleh Satiri Ahmad (4198169). Dalam temuannya penulis skripsi tersebut pada intinya mengungkapkan dalam sistem kepecayaan Katolik, Yesus adalah putra Allah, sebagaimana dinyatakan dalam Perjanjian Lama, bahwa Tuhan Yang Maha Kasih telah berjanji akan mengutus seorang penebus dosa ke dunia yang akan menebus dosa asal manusia serta segala akibatnya. Penebus dosa itu adalah Yesus yang lahir di Betlehem dari gadis perawan Maria, yang memiliki mu’jizat. Dia adalah Messiah, al-Masih atau Kristus. Yesus datang ke dunia untuk mendirikan kerajaan Allah dan melawan semua kejahatan. Sekalipun manusia telah jatuh ke dalam dosa, terbuang dari taman Firdaus, tercampak ke bumi, namun Allah ( Yesus ) datang untuk menyelamatkan manusia dari dosa asalnya. Mukjizat yang dimiliki Yesus adalah bukti bahwa ia Sang Penebus yang diurapi sehingga menjadi Kristus yang dijanjikan, di mana kerajaan Allah itu sudah dekat. Sebagaimana dikatakan :
Tetapi jika aku mengusir setan (roh jahat) dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu”
Dalam agama Kristen Protestan, Yesus Kristus sebagaimana dinyatakan dalam bagian kedua pengakuan Iman Rasuli, Yesus Kristus mendapat kehormatan yang sama dengan Allah Bapa, dalam arti gereja menyakini bahwa Yesus Kristus adalah sesungguhnya Allah dan sekaligus sesungguhnya manusia. Rumusan yang paradoks ini bukan berarti yang satu boleh dilebur dengan yang lain. Oleh karena Yesus bukan terletak di antara Allah dan manusia, juga bukan manusia setengah Tuhan, melainkan benar-benar Allah dan benar-benar manusia. Dengan demikian ditemukan dua segi pokok dalam diri Yesus Kristus, yaitu pertama Yesus adalah manusia seperti halnya manusia pada umumnya, hanya saja tanpa dosa. Ia lahir dar wanita, ia merasa haus dan lapar, suka dan duka, dan mati yang dikuburkan. Kedua Yesus tergolong Allah (Yosua:Penolong), karena ia adalah juru selamat yang datang dari Allah untuk menyelamatkan dunia dan manusia dan dia adalah anak Allah yang sudah dibangkitkan dan hidup, maka Dia berkata ‘Aku dan Bapa adalah satu’.
Selanjutnya Yesus juga disebut ‘Anak Allah Yang Tunggal’. Kata ‘anak Allah’ bukan berarti Allah mempunyai anak kandung, melainkan ‘Allah Yang Anak’ dalam arti Allah yang datang berdiri di samping, di muka dan di dalam diri manusia Yesus. Jadi hakekat Yesus adalah Allah yang sebenarnya. Kemudian kata ‘Yang Tunggal’, istilah mana berasal dari Injil Yohanes, dalam arti dia yang menurut asalnya adalah kekal dan benar-benar dari Allah.
Dalam konsili di Nicea (325) dan di Konstantinopel (381) pengakuan bahwa Yesus Anak Allah adalah hakekatnya sama dengan Bapa (Yunani :Homo Usios) diperkuat. Sehingga dari pengakuan Nicea-Konstantinopel ini juga menekankan bahwa Kristus itu mempunyai dua tabiat, yaitu tabiat Ilahi dan tabiat manusiawi.
Dalam Perjanjian Baru dikatakan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya ‘ Kyros’(yang mutlak dan tidak ada bandingannya), karena dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan penuh, dalam pemerintahan, dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, atas bumi alam semesta dengan segala isinya. Oleh karenanya umat Kresten mempunyai dasar keyakinan bahwa :
- Di dalam Dia telah muncul kerajaan baru di dunia ini,
- Kini dan di sini seorang Kristian sebagai warga kerajaan tersebut,
- Kelak kerajaan ini akan dinyatakan dalam kemuliaan yang penuh.
Kedatangan Yesus Kristus merupakan berita gembira sebagai tanda Allah mengasihi manusia. Betapa besar cinta kasih Allah kepada manusia, sehingga Yesus melaksanakan penderitaannya, menurut apa yang sudah direncanakan Allah untuk menebus dosa manusia.
Sehingga maksud penderitaan dan kematian Yesus adalah :
- untuk mencukupkan apa yang telah dikatakan dalam Al-Kitab.
- untuk menyatakan cinta kasih Tuhan kepada manusia.
- untuk memikul dan menanggung dosa manusia yang percaya kepadanya
- untuk mendamaikan manusia dengan Allah melalui dirinya.
2. Belajar Memahami Ajaran Agama-Agama Besar karya HM. Arifin. Penulis buku itu dalam temuannya tentang filsafat ketuhanan dalam agama Nasrani serta faham Tritunggal mengungkapkan secara singkat bahwa bila kita memasuki pembahasan tentang falsafah ketuhanan maka kita tidak bisa berbuat lain kecuali harus melihat lebih dahulu obyek pembahasan dengan pandangan yang obyektif. Telah kita kenal bahwa falsafah ketuhanan agama Nasrani ini adalah “Trinitas” atau “Tri Tunggal”. Dalam “Trinitas Tunggal” terdapat pengakuan keimanan terhadap adanya “tiga oknum ketuhanan” yaitu Allah Sang Bapa, Roh Suci dan Yesus Kristus. Ketiganya merupakan kesatuan yang merupakan satu kebenaran yang esa. Menurut rumusan Nasrani, filsafat ketuhanan yang demikian itu tidak boleh disebut politheisme, tetapi harus dikatakan monotheisme; sebab oknum kedua dan ketiga merupakan bagian daripada Allah Sang Bapa. Jadi dengan istilah lain bahwa ketiganya adalah dalam ke Esaan, atau ke Esaan-Nya dalam ketiga-Nya.[9]
3. Agama Wahyu dan Kepercayaan Budaya karya Abujamin Roham. Menurutnya ajaran Nasrani yang dikenal hari ini (dewasa ini) sesuai buku-buku pedoman agama tersebut, bahwa Tuhan satu beroknum tiga, ialah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Umat Nasrani sama mengaku, bahwa setiap oknum adalah Allah yang sesungguhnya. Kesemuanya bersifat kekal, abadi dan Maha sempurna. Dengan pengertian, yang satu tidak lebih tua, tidak lebih rendah dari yang lainnya dalam derajat, kesempurnaan, kekuasaan, kebijaksanaan dan seterusnya; padanya terpatri satu kesatuan yang utuh. Ajaran Tri Tunggal di atas, memang susah dimengerti oleh orang luar. Namun ajaran ini tetap diyakini oleh umat Nasrani.[10]
4. Ilmu Perbandingan agama karya Hasbullah Bakry. Menurutnya setiap orang yang meyelidiki dengan seksama aliran-aliran umat Kristen baik dalam periode patristik atau pun dalam periode sekolastik, jelaslah baginya bahwa ide Trinitas Tunggal itu tidak ada sama sekali akarnya dalam perjanjian lama. Sedang dalam perjanjian baru juga dasarnya yang tegas hanya dapat dilihat dalam Injil Yahya dan surat-surat Paulus, dua macam risalah kanonik Kristen yang paling diragukan kemurniannya berasal dari Nabi Isa.[11]
5. Perbandingan Agama ditulis oleh Agus Hakim. Penulis buku itu menguraikan, sebenarnya pengajaran yang asli dari Nabi Isa ialah Tauhid yang suci; yaitu menuhankan Allah Yang Maha Esa, seperti kepercayaan dalam seluruh agama Samawi dan telah diajarkan juga oleh Nabi-nabi sebelum Isa al-Masih. Akan tetapi orang Nasrani di belakang Nabi Isa telah menjadikan agama Tauhid yang suci menjadi agama musyrik, mirip dengan agama berhala, menjadi Trinitas Tunggal, bertuhan tiga, yaitu menuhankan Nabi Isa dan Ruhul Kudus di samping Allah swt. Mereka ambil dari kemusyrikan Yunani dan Romawi, serta dari pengajaran Trimurti agama Mesir kuno dan Brahma.[12]
6. Asal Mula Agama disusun oleh Robert Brow. Dalam karyanya, penulis buku itu mengungkapkan pengertian Kristen tentang keesaan Allah bukanlah secara matematika, tetapi lebih cenderung kepada kesatuan organik. Elektron, proton dan netron dalam atom yang paling sederhana pun tidak dijumlahkan untuk menjadi tiga, tetapi bersatu oleh kekuatan atom yang membentuk satu persatuan. Selanjutnya penulis buku itu menyatakan jika kita membicarakan buah, kita dapat menyatakan bahwa kulitnya buah mangga, sari buahnya adalah mangga, dan bijinya pun adalah mangga, tetapi sesungguhnya hanya terdapat satu buah mangga. Seorang adalah satu orang, kecuali dia sakit jiwa, saudara tidak dapat secara matematika menjadikan dia sekelompok orang. Kalau Allah adalah Allah yang hidup, maka kita tidak perlu heran menemukan kekomplekskan dalam keesaan-Nya. Kekomplekskan ini berbeda dengan keesaan matematis Islam, tetapi meskipun demikian bukanlah trinitarian (et sec). Pandangan trinitas dalam kepercayaan Kristen adalah persatuan tiga oknum di dalam satu Allah.[13]
7. Perbandingan Agama Bahagian Agama Masehi oleh Ahmad Syalabi. Dalam buku ini diuraikan tentang tritunggal, ketuhanan roh kudus; penyaliban al-Masih untuk menebus dosa manusia dan tentang keganjilan dari ajaran tritunggal itu sendiri.[14]
E. Metode Penulisan
Metode penulisan adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data.[15] Maka dalam hal ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan / melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.[16] Dengan demikian penulis akan menggambarkan konsep tritunggal dalam agama kristen dan konsep trimurti dalam agama hindu. Untuk itu digunakan pula metode komparasi yaitu penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari pemecahan melalui analisa tentang perhubungan-perhubungan sebab akibat, yakni yang meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan faktor yang lain.[17] Maka dalam hal ini penulis akan membandingkan antara tritunggal dengan trimurti dengan merujuk pada:
1. Pengumpulan data
Menurut Sumadi Suryabrata, kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya.[18] Berpijak dari keterangan tersebut, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi atau studi dokumenter yaitu dengan meneliti sejumlah kepustakaan, kemudian memilah-milahnya berdasarkan otoritas atau kualitas keunggulan pengarangnya.
2. Pengolahan data
Mengolah data berarti menimbang, menyaring, mengatur dan mengklasifikasi kan.[19]Maka dalam konteksnya dengan judul skripsi di atas, terhadap data-data yang bersifat dokumenter atau liberary research diperiksa kembali atau diteliti satu persatu, kemudian data-data tersebut diberi tanda atau kode. Teknik tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan data yang cukup reliabel danvalid.
3. Analisis data
Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat ditafsirkan.[20] Dalam hal ini penulis menggunakan analisis data kualitatif. Yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.[21] Dalam hal ini penulis menggunakan metode Content Analysisyaitu menganalisis sejumlah kepustakaan yang relevan baik isinya maupun pertanggung jawaban keilmuannya.[22] Dalam penggambarannya digunakan metode deskriptif yaitu menggambarkan konsep tritunggal dan trimurti dengan pendekatan metode deduktif yaitu yang bermula dari yang umum menuju kepada yang khusus, dan akhirnya digunakan pula metode induksi yaitu yang bermula dari yang khusus menuju yang umum.Di samping itu digunakan pula metode komparatif, yaitu membandingkan falsafah Trimurti dalam agama Hindu dan TriTunggal dalam agama Kristen, sehingga diharapkan dapat ditemukan persamaan dan perbedaan serta kelbihan dan kelemahannya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing menampakkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu kesatuan yang berkorelasi.
Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang; pokok permasalahan; tujuan dan manfaat penulisan; tinjauan pustaka; metode penulisan; sistematika penulisan. Dalam bab pertama ini tampak penggambaran isi skripsi secara keseluruhan namun dalam satu kesatuan yang ringkas dan padat guna menjadi pedoman untuk bab II, III, IV dan V.
Bab kedua : berisi tentang landasan teori meliputi pengertian agama; klasifikasi agama; ciri-ciri dan unsur agama; ajaran agama Hindu dan Kristen.
Bab ketiga : Bab ini berisi sejarah dan ajaran agama Hindu dan Kristen meliputi sejarah agama Hindu; sejarah agama Kristen; sistem kepercayaan agama Hindu dan Kristen.
Bab keempat : bab ini berisi analisis meliputi persamaan dan perbedaan konsep trimurti dan tritunggal; kelebihan dan kelemahan serta wacana konsep trimurti dan tritunggal; praktek penyembahan terhadap tiga Tuhan; trimurti dan tritunggal relevansinya dengan motheisme.
Bab kelima : bab ini berisi penutup meliputi kesimpulan, saran dan penutup.
[1] Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama Bagian II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 92.
[2] Romdhon, et al, Agama-Agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988, hlm. 362. lihat juga Djam’anuri (ed), Agama Kita Perspektif Sejarah Agama (Sebuah Pengantar), Kurnia Kalam Semesta, 2000, hlm. 81.
[3] Nico Syukur Dister OFM, Pengantar Teologi, Kanisius Anggota IKAPI, 1992, hlm. 41.
[4] Nico Syukur Dister OFM, Kristologi Sebuah Sketsa, Kanisius Anggota IKAPI, 1993, hlm. 309-310.
[5] Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, Wijaya, Jakarta, tt, hlm. 45-47.
[6] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001, hlm. 29.
[7] Dilihat dari segi logatnya maka perkataan filsafat itu adalah bentuk kata Arab filsafah yang berasal dari perkataan Yunani “philosopia”. Philos berarti suka atau cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Dilihat dari segi pengertian praktis maka filsafat berarti alam berpikir atau alam pikiran. Berfilsafat artinya berpikir. Meskipun begitu tidak semua berpikir berarti berfilafat. Berfilsafat ialah berpikir secara mendalam dan dengan sungguh-sungguh.
[8] H.Didi Atmadilaga, Panduan Skripsi, Tesis, Disertasi, Pionir Jaya, Bandung, 1977, hlm. 87.
[9] HM. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-Agama Besar, CV Serajaya, Jakarta, 1991, hlm. 120.
[10] H. Abujamin Roham, Agama Wahyu dan Kepercayaan Budaya, Media Dakwa, Jakarta, 1992, hlm. 125.
[11] Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, Wijaya, Jakarta, tt, hlm. 143-144.
[12] Agus Hakim, Perbandingan Agama, CV Diponegoro, Bandung, 1993, hlm. 91.
[13] Robert Brow, Asal Mula Agama, terj. Stanley Heath, Tonis, Bandung, 1986, hlm. 93.
[14] Ahmad Syalabi, Perbandingan Agama Bahagian Agama Masehi, Alih Bahasa Fuad M. Fahrudin, Kalam Mulia, Jakarta, 1963, hlm. 60.
[15] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 12, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 194. Cf. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Telaah Positivistik Rasionalistik, Phenomenologik Realisme Metaphisik, Cet. 4, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1992, hlm. 15. Moh. Nazir, Metode Penelitian, Cet 4, Ghalia Indonesia, 1985, hlm. 51.
[16] Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. 6, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, hlm. 63.
[17] Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metoda Teknik, Edisi 7, Tarsito, Bandung, 1989, hlm. 143.
[18] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Cet. 11, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 84.
[19] Kartini Kartono, op. cit, hlm. 76.
[20] H. Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, CV Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 102.
[21] Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 134.
[22] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet 5, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar