Sebelum manusia mengenal listrik, ternyata Allah telah menggelarkan listrik dalam tubuh manusia secara sangat canggih, bahkan sejak dari dihadirkan-Nya manusia pertama di bumi. Sel-sel dalam tubuh manusia yang jumlahnya lebih dari satu triliun masing- masing mempunyai muatan listrik sebesar 90 mV dengan muatan positif di luar membran sel dan muatan negatif di dalamnya.
Bila dapat dibuat hubungan seri dalam masalah listriknya antara
satu sel dengan sel lain, maka memang tubuh manusia mempunyai potensi yang
sangat besar dalam menghasilkan tenaga listrik. Misalnya untuk menghasilkan
tegangan 220V (tegangan listrik rumah tangga) diperlukan hubungan seri 2500 sel
saja, sedangkan tubuh manusia mengandung lebih dari satu triliun sel. Apakah
hal yang demikian dapat dilakukan dalam tubuh manusia? Entahlah. Tetapi memang
ada diberitakan, orang dapat menyalakan bola lampu hanya dengan memegang
kutub-kutubnya, sehingga kiranya memang bukan hal yang mustahil, sebab bahan
bakunya telah tersedia dalam tubuh manusia itu sendiri.
sumber
Semua alat tubuh manusia dalam menjalankan fungsinya selalu
berkaitan dengan masalah listrik ini, khususnya saraf dan otot jantung.
Penyakit dapat menimbulkan gangguan listrik dalam tubuh, sebaliknya gangguan
listrik pada suatu alat tubuh dapat menimbulkan gejala penyakit. Misalnya
radang (selaput) otak dapat menimbulkan gangguan listrik pada otak, sehingga
menyebabkan terjadinya kejang-kejang; sebaliknya gangguan listrik pada otak
dapat menimbulkan gejala penyakit misalnya epilepsi (ayan). Hal yang sama dapat
terjadi, baik pada otot maupun pada jantung, misalnya iskemia (kekurangan
darah) atau infarct (kematian jaringan) otot jantung dapat menyebabkan gangguan
tata listrik jantung, sebaliknya gangguan tata listrik jantung dapat
menimbulkan gangguan irama denyut jantung (extra systole).
Hal-hal tersebut di atas dikemukakan, olehkarena ada disebut-sebut
bahwa tenaga dalam ditimbulkan sebagai hasil dari
pengaturan tata listrik dalam tubuh yang kemudian menghasilkan medan
elektromagnetik yang mengelilingi tubuhnya. Bila memang demikian masalahnya,
maka adanya medan elektromagnetik tersebut tentulah akan dapat dibuktikan
berdasarkan hukum-hukum fisika. Contoh: sebuah kumparan kawat listrik yang
diletakkan dekat pada sebuah kompas; bila kumparan itu kemudian dihubungkan
dengan sumber arus listrik searah (batu baterai, accu), maka akan segera
terbentuk medan elektromagnetik sekitar kumpatan itu. Bersama dengan
terbentuknya medan elektromagnetik, maka jarum kompas (jarum kompas tiada lain
adalah sebuah magnet) akan menunjukkan pergerakan. Makin kuat sumber arusnya,
makin kuat dan luas medan elektromagnetik yang terbentuk dan makin besar
terjadinya pergerakan jarum kompas itu. Demikian juga dalam hal jaraknya; makin
dekat letak kompas terhadap kumparan makin besar pergerakan jarum kompas itu
yang terjadi. Akan tetapi ada satu posisi tertentu di mana jarum kompas dapat sama
sekali tidak bergerak, berapapun arus listrik yang dialirkan melalui kumparan,
yaitu bilamana posisi kumparan kawat itu sedemikian rupa, sehingga arah medan
elektromagnetik yang dihasilkan kumparan tepat sama dengan arah medan magnetik
yang dihasilkan oleh jarum kompas itu.
Pada dasarnya semua orang mempunyai tenaga dalam, hanya saja tenaga
dalam pada manusia biasa yang belum diolah masih dalam arah yang simpang-siur
sehingga "tidak muncul ke luar". Tetapi bila kemudian diolah (melalui
olah tenaga dalam) dan "dibuka" (oleh orang bertenaga dalam yang
telah mampu), dan selanjutnya proses demikian diulang-tingkatkan (diulang dan
ditingkatkan) lebih lanjut, maka keadaannya adalah ibarat besi lunak yang
secara bertahap diolah menjadi baja dan pada setiap akhir tahap pengolahan
diperkuat sifat magnetnya. Demikianlah, maka dengan melalui proses yang
kira-kira serupa dapatlah dikembangkan tenaga dalam pada seseorang dan jadilah
ia kini memiliki tenaga dalam yang "telah terwujud".
Dalam kaitan dengan proses tersebut di atas tadi, kiranya memang
sangat beralasan adanya syarat minimal telah menjalani sekian kali latihan
(18x) pada setiap tingkat, sebelum diizinkan mengikuti ujian kenaikan tingkat
berikutnya ("dibuka" lebih lanjut). Selanjutnya, sebagaimana jarum
baja yang telah dibuat magnet menjadi peka terhadap hal-hal yang bersifat
(elektro)magnetik, maka orang yang "telah memiliki" tenaga dalam
dapat menjadi peka terhadap adanya getaran-getaran yang bersifat tenaga dalam,
baik yang berasal dari manusia ataupun sumber-sumber lainnya yang bersifat
nyata maupun yang bersifat ghaib.
Orang yang sedang "dibuka" adalah ibarat jarum baja yang
sedang diperam dalam kumparan kawat arus listrik searah atau ibarat sedang
digosok-gosokkan kepada suatu magnet agar letak molekul-molekulnya menjadi
teratur dan searah, atau dengan perkataan lain arah molekul-molekulnya sedang
dibuat menjadi "sinkron". Pengertikan "dibuka" lebih tepat
bila diartikan di"sinkron"kan, oleh karena pengertian di"buka"
memang sering diasosiasikan kepada adanya "sesuatu" yang dimasukkan
ke dalam diri orang yang di"buka" oleh orang yang
mem"buka", sedangkan sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang
dimasukkan oleh yang mem"buka" ke dalam diri orang yang di"buka".
Semua aktivitas fisiologis dalam tubuh manusia berhubungan dengan
peristiwa listrik. Penyerang dengan emosinya yang berkobar dan maksud jahatnya
untuk mencelakakan yang akan diserang, akan mempolakan cara menyerang dalam
otaknya dan kemudian mewujudkannya dengan pergerakan kekuatan otot yang cukup
besar. Kesemuanya ini berkaitan dengan peristiwa listrik dalam tubuhnya. Makin
kuat emosinya dan makin keras upayanya untuk mencelakakan, maka makin besar
terbangkitnya peristiwa listrik dalam tubuhnya. Pembangkitan peristiwa listrik
dalam tubuh yang diluar kebiasaannya ini akan menghasilkan gelombang
elektromagnetik yang berbeda arah dengan gelombang elektromagnetik orang
bertenaga dalam yang akan diserang. Akibatnya ialah, gelombang elektromagnetik
penyerang mengalami perubahan (terinduksi) dengan akibat lebih lanjut menjadi
kacaunya gerakan menyerangnya, yang wujudnya ialah menjadi terpentalnya
penyerang tersebut.
Keadaan tadi kiranya sama dengan jarum kompas yang didekatkan
dengan letak yang tidak sesuai dengan arah gelombang elektromagnetik kumparan
tersebut, yang akan menyebabkan jarum kompas itu bergerak. Bila orang yang
diserang tidak mempunyai tenaga dalam, peristiwa seperti contoh di atas tidak
akan terjadi, oleh karena orang yang tidak mempunyai tenaga dalam tidak
memancarkan gelombang elektromagnetik dalam tubuhnya.
Ada satu pertanyaan. Mengapa bukan orang yang bertenaga dalam yang
mental oleh pengaruh gelombang elektromagnetik orang yang menyerang? Hal ini
pada umumnya tidak akan terjadi, oleh karena orang yang akan diserang biasanya
berada dalam posisi tubuh yang lebih stabil dan akan lebih baik lagi bila orang
itu juga berada dalam kondisi emosional yang tenang. Di samping itu, gelombang
elektromagnetik orang yang bertenaga dalam lebih besar, sudah mapan dan mantap
(selalu ada) dibandingkan dengan gelombang elektromagnetik "bangkitan
sewaktu" dari orang yang sedang emosi. Makin besar tenaga dalam yang
dimiliki orang yang akan diserang, makin tebal selubung gelombang
elektromagnetiknya, sehingga semakin sulit bagi penyerang untuk mendekati orang
yang akan diserangnya. Ibaratnya jarum kompas (apalagi jarum kompas
"bangkitan sewaktu") tidak akan mampu menggerakkan besi magnet dan
semakin besar magnet itu, maka jarum kompas yang didekatkan kepadanya sudah
bergerak walaupun jaraknya masih jauh.
Kita kembali lagi, kalau orang tersebut tidak bermaksud menyerang,
sekalipun ia mengerahkan kekuatan otot yang cukup besar, gerakannya tidak akan
menjadi kacau karena arah gelombang elektromagnetiknya searah dengan gelombang
elektromagnetik orang yang mempunyai tenaga dalam. Keadaannya sama dengan jarum
kompas yang terletak dekat pada kumparan kawat dengan arus listrik searah
dengan posisi sedemikian rupa, sehingga arah gelombang elektromagnetik kumparan
sama dengan arah gelombang elektromagnetik jarum kompas itu, sebagaimana yang
telah dikemukakan di bagian depan.
Sebuah pertanyaan lagi. Bagaimana bila si penyerang itu juga
bertenaga dalam? Perlu diketahui bahwa sesama tenaga dalam adalah gelombang
elektromagnetik yang searah, sehingga tidak akan saling berbenturan. Yang akan
berbenturan ialah gelombang elektromagnetik "bangkitan sewaktu" hasil
dari luapan emosi seseorang terhadap gelombang elektromagnetik tenaga dalam
orang lain.
[Disarikan oleh Prof.Drs.Physiol. Dr. Y.S. Santosa Giriwijoyo,
Harian Fajar, 13 Jumadil Awal 1422H].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar