Sabtu, 30 Maret 2013

Babel besar didakwa.

Babel
Besar Didakwa

DALAM rangkaian kebaktian di seluruh dunia pada tahun 1988-89, jutaan Saksi-Saksi Yehuwa mendukung resolusi yang menyatakan kejijikan mereka terhadap tingkah laku Babel Besar, imperium agama palsu sedunia—teristimewa yang diwakili oleh Susunan Kristen. Orang-orang yang tulus mungkin ada yang bertanya, Apakah pendirian itu tidak terlalu keras? Tidak, sama sekali tidak! Apabila kita melihat bagaimana nabi-nabi Israel zaman dulu dengan berani mengecam perzinahan rohani pada zaman mereka dan bahasa keras yang Yesus gunakan untuk mengungkapkan kemunafikan agama pada zamannya, kami sebagai Saksi-Saksi Yehuwa percaya bahwa pendirian ini dapat dibenarkan sepenuhnya. Hal ini bahkan diperintahkan oleh Allah.—Yesaya 24:1-6; Yeremia 7:16-20; Matius 23:9–13, 27, 28, 37-39.

Jadi atas dasar apakah kami muak terhadap tingkah laku Babel Besar? Bukti-bukti sejarah apa yang kami miliki perihal kegagalan agama untuk menghormati Yehuwa, Tuhan sejati Yang Berdaulat di alam semesta?

Babel
Modern Memandang Rendah Nama itu

Tuhan Yang Berdaulat di alam semesta bukannya tidak punya nama. Ia telah menyatakan identitas diri-Nya kira-kira 7.000 kali dalam Alkitab sebagai Yehuwa. Ia menjadikan nama-Nya sesuatu yang sangat penting. Hukum ketiga dari Sepuluh Hukum menyatakan: ”Jangan menyebut nama [Yehuwa], Allahmu, dengan sembarangan, sebab [Yehuwa] akan memandang bersalah [”menghukum,” BIS] orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan.” Dan Yesus menonjolkan nama Bapanya dalam Doa Bapa Kami, dengan mengatakan, ”Dikuduskanlah namaMu.”—Keluaran 20:7; Matius 6:9.

Sejarah Susunan Kristen dalam menghormati nama Allah sangat menyedihkan. Bahkan Alkitab King James dari tahun 1611 menggunakan nama Yehuwa, secara terpisah dan dalam gabungan hanya tujuh kali. Terjemahan-terjemahan lain telah menghapus nama itu sama sekali. Kebanyakan agama tidak menghormatinya. Sebaliknya, mereka mengagungkan Trinitas ”kudus” mereka dan, dalam beberapa kasus, Maria yang disebut Bunda Allah, ditinggikan di atas Allah dari Alkitab. Nama Yehuwa yang berharga telah dibiarkan secara relatif terlupakan.

Memang, agama Islam mengakui satu Tuhan, yang mereka sebut Allah, sesuai dengan kitab suci mereka, Quran. Namun mereka tidak menggunakan nama-Nya, Yehuwa, yang pertama kali diungkapkan dalam Alkitab sedikitnya dua ribu tahun sebelum Quran ada. Orang-orang Hindu menyembah jutaan dewa dan dewi, tetapi Yehuwa tidak termasuk di antaranya.

Yang menonjol sebagai kelompok yang bersalah sehubungan dengan nama Allah adalah Yudaisme. Selama ribuan tahun, orang Yahudi mengaku sebagai umat yang menyandang nama Allah, namun karena alasan tradisi, mereka telah membuat nama Allah yang sesungguhnya sama sekali tidak digunakan.

Karena itu, sebagai saksi-saksi dari Tuhan Yang Berdaulat Yehuwa, kami harus menyatakan rasa muak kami terhadap kelalaian Babel Besar sehubungan dengan nama suci Allah.

Mengapa
Kami Membenci Ajaran-Ajaran Babel

Jutaan orang telah diperas dan dibiarkan terus dalam keadaan takut atas dasar pengajaran Babel bahwa manusia mempunyai jiwa yang tidak berkematian. Sejak zaman kuno, agama palsu telah memanfaatkan perasaan takut akan kemungkinan jiwa disiksa selama-lamanya dalam api neraka setelah kematian. Pembaharuan yang lebih halus atas ajaran tersebut adalah penderitaan sementara dalam api penyucian. Orang-orang jujur membayar agar Misa diadakan bagi orang mati, namun mereka tidak pernah tahu kapan pembayaran sedemikian tidak diperlukan lagi! Doktrin-doktrin yang menghujat ini tidak memiliki dasar dalam Alkitab.—Bandingkan Yeremia 7:31.

Sebenarnya, Alkitab mengajarkan bahwa manusia adalah jiwa yang hidup, yang bisa mati. Karena ketidaktaatan Adam tidak dihukum dalam api neraka atau api penyucian tetapi mengalami—hanya kematian. Dengan sederhana dikatakan, ”upah dosa ialah maut.” (Roma 6:23; Kejadian 2:7, 17; 3:19) Harapan berdasarkan Alkitab bagi yang sudah mati tidak didasarkan atas jiwa yang tidak berkematian, tetapi sebaliknya, atas janji Allah yaitu kebangkitan kepada kehidupan yang sempurna dalam bumi firdaus.—Yohanes 5:28, 29; Wahyu 21:1-4.

Ajaran Babel lain lagi adalah Trinitas ”kudus.” Ajaran tentang tiga pribadi dalam satu Allah tidak pernah menjadi bagian dari kepercayaan orang Ibrani kuno. (Ulangan 5:6, 7; 6:4) Yesus, yang adalah seorang Yahudi, pasti tidak pernah percaya atau mengajarkan bahwa ia Allah yang mahakuasa. Ia tidak mengakui doktrin atau dogma Babel mengenai allah tiga serangkai.—Markus 12:29; 13:32; Yohanes 5:19, 30; 14:28; 20:17.

Karena itu, kami menolak doktrin-doktrin Babel yang menghujat Allah seperti yang diajarkan dalam agama-agama palsu di dunia. Kami beribadat kepada satu-satunya Allah yang benar, Yehuwa, melalui Putra-Nya, yang menjadi ”pendamaian” bukan hanya untuk dosa-dosa orang Kristen terurap tetapi juga seluruh dunia umat manusia.—1 Yohanes 2:2.

Mengapa
Kami Menolak Filsafat-Filsafat Anti-Allah

Para paus dan pendeta Susunan Kristen meratapi bangkitnya ateisme, dan banyak yang menggunakan hal itu untuk membenarkan dukungan mereka kepada politik sayap kanan. Tetapi, pertanyaan ini harus diajukan: Siapa yang menyetujui ketidakadilan dan tidak adanya persamaan hak yang mengakibatkan lahirnya ateisme, khususnya pada abad terakhir? Ia muncul secara mencolok dalam wilayah Susunan Kristen. Sebagai contoh, Gereja Ortodoks Rusia bersekutu dengan para tzar (kaisar), yang menindas rakyat dengan kejam. Tidak adanya nilai-nilai Kristen yang sejati di pihak mereka yang menampilkan diri sebagai utusan-utusan Allah. menyebabkan timbulnya keadaan-keadaan yang menjadi wadah yang subur untuk pertumbuhan ateisme.

Agama-agama Susunan Kristen juga telah memeluk ajaran evolusi yang merendahkan sang Pencipta. Kerumitan dan variasi yang begitu besar dari satu juta lebih bentuk kehidupan, mereka nyatakan berasal dari kekuatan alam yang buta. Sebenarnya, mereka mengatakan bahwa variasi yang luas ini berkembang sebagai akibat dari serangkaian kebetulan yang menguntungkan. Filsafat demikian membuat Allah menjadi tidak berguna dan manusia tidak bertanggung jawab kepada siapapun. Etika menjadi masalah pilihan pribadi. (Mazmur 14:1) Salah satu akibatnya ialah, sekarang aborsi telah mencapai jumlah puluhan juta setiap tahun—di negeri-negeri yang mengaku beragama!

Kami menolak filsafat-filsafat dan praktik-praktik anti-Allah ini. Kami menyembah Yehuwa, ”Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya.”—Wahyu 10:6; 19:6.

Mengapa
Kami Muak Terhadap Buah-Buah dari Babel Besar

Susunan Kristen telah gagal mematuhi pesan-pesan peringatan kepada ketujuh sidang yang diuraikan di Wahyu pasal 2 dan 3. Pesan-pesan tersebut mengingatkan terhadap praktik pembentukan sekte-sekte, penyembahan berhala, dan percabulan, dan terhadap keadaan suam-suam kuku serta kelalaian.

Kunjungan kepada hampir setiap tempat ibadat akan menunjukkan betapa banyak orang beragama telah mengagungkan makhluk ciptaan di atas Penciptanya. Bagaimana? Dengan pemujaan gambar dan patung orang suci serta penyembahan yang mereka tujukan kepada ”santo-santo,” Madona, dan salib.—Bandingkan Mazmur 115:2-8; 2 Korintus 5:7; 1 Yohanes 5:21.

Dalam kasus mereka, kata-kata Paulus telah tergenap: ”Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah . . . mereka telah menjadi bodoh. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar.”—Roma 1:21-23.

Mengapa
Kami Mengutuk Imoralitas Babel

Dalam 20 tahun terakhir ini kita menyaksikan homoseks disetujui atau dimaafkan sebagai gaya hidup yang lain. Jutaan orang homoseks ”keluar dari sarangnya” dan sekarang berbaris di jalan-jalan, memamerkan ”Harga Diri Homoseks” mereka. Bagaimana pandangan Allah terhadap homoseksualitas mereka?

Kira-kira 3.500 tahun yang lalu Alkitab dengan jelas mengatakan: ”Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.” (Imamat 18:22) Dan hampir 2.000 tahun yang lalu Paulus menunjukkan bahwa patokan-patokan Allah tidak berubah ketika ia menulis: ”Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.”—Roma 1:26, 27; 1 Korintus 6:9, 10; 1 Timotius 1:10.

Tetapi, begitu banyak dari pendeta Susunan Kristen mempraktikkan homoseks sehingga mereka telah berhasil membentuk kelompok yang sangat berpengaruh dalam banyak agama-agama utama. Mereka menuntut agar gaya hidup mereka diakui dan agar mereka diberi kedudukan sebagai rohaniwan. Suatu contoh ialah sekte Protestan terbesar di Kanada, United Church of Canada, yang para pemimpinnya memberikan suara 205 melawan 160 pada tanggal 24 Agustus 1988, untuk menerima orang-orang homoseks dalam pelayanan.

Mengapa
Kami Muak Terhadap Pelacuran Rohani Babel

Buku Wahyu mengecam pelacuran Babel dengan ”raja-raja di bumi,” para penguasa politik. Pelacur itu digambarkan sedang duduk ”di tempat yang banyak airnya,” yang mengartikan ”bangsa-bangsa dan rakyat banyak dan kaum dan bahasa.” (Wahyu 17:1, 2, 15) Karena memiliki hubungan yang akrab dengan para penguasa politik, selama berabad-abad agama palsu telah menggunakan pengaruhnya secara terang-terangan maupun secara tersembunyi untuk menekan dan mengeksploitasi rakyat.

Contoh dari penguasaan sedemikian adalah persetujuan-persetujuan resmi, yang ditandatangani oleh Vatikan dengan para penguasa Nazi dan Fasis pada abad ke-20 ini. Pengaruh gereja atas kawanannya mengakibatkan ketundukan mutlak kepada penguasa-penguasa yang bengis. Pada tahun 1929 Vatikan menandatangani persetujuan resmi dengan diktator Fasis Benito Mussolini. Apa yang menyusul di Jerman? Kardinal Jerman Faulhaber, yang mengutip kata-kata berikut dari Pius XI, memberikan kita pengertian tentang pola berpikir paus mengenai Hitler: ”Saya merasa senang; ia adalah negarawan pertama yang berterus terang melawan Bolshevisme.” Faulhaber belakangan mengatakan: ”Perjalanan saya ke Roma meneguhkan apa yang seharusnya telah lama saya duga. Di Roma, Sosialisme Nasional [Nazi] dan Fasisme dianggap sebagai satu-satunya pembebasan dari Komunisme dan Bolshevisme.”

Uskup-uskup Katolik Jerman tadinya menentang filsafat Nazi sebelum tahun 1933. Tetapi seperti dikatakan penulis Jerman Klaus Scholder dalam bukunya The Churches and the Third Reich (Gereja-Gereja dan Kerajaan Ketiga), para uskup diperintahkan oleh duta Vatikan di Jerman, Kardinal Pacelli, untuk mengubah sikap mereka terhadap Sosialisme Nasional. Apa yang menyebabkan perubahan ini? Yaitu kemungkinan akan diadakannya perjanjian resmi antara Kerajaan Ketiga dan Vatikan, yang ditandatangani pada tanggal 20 Juli 1933.

Klaus Scholder melaporkan: ”Pada pemilihan umum dan plebisit tanggal 12 November [1933] Hitler menuai buah dari persetujuan resmi Kerajaannya melalui banyak suara ’setuju’ yang sungguh tak terduga, teristimewa dari kalangan para pemilih yang mayoritas beragama Katolik.”

Walaupun beberapa pemimpin Protestan menyatakan menentang pengambil-alihan kekuasaan oleh Nazi pada tahun 1933, suara mereka segera hilang dalam teriakan nasionalisme dari khalayak ramai. Scholder menjelaskan: ”Jelas terlihat makin besarnya kesediaan gereja Protestan untuk meninggalkan sikap hati-hati yang mereka tunjukkan di masa lampau dan sekarang pada akhirnya [mereka] juga ikut terbawa dalam semangat nasional. . . . Untuk pertama kali pernyataan-pernyataan resmi gereja dikeluarkan, yang mendukung Kerajaan baru tanpa syarat.” Sesungguhnya, Protestanisme telah menjual dirinya kepada nasionalisme Nazi dan menjadi kaki tangannya, seperti yang telah dilakukan Gereja Katolik.

Selama berabad-abad yang telah lalu, menurut catatan sejarah, agama palsu telah berangkulan dengan kelompok-kelompok elite yang berkuasa dan membesarkan wibawa mereka dengan akibat kerugian atas rakyat. ’Sikap mental Kristus’ tidak diperlihatkan oleh para pemimpin agama dunia, yang dengan lapar mengejar kekuasaan, tanah milik, dan kekayaan. Sebagai Saksi-Saksi Yehuwa, kami muak terhadap pelacuran rohani sedemikian.—Yohanes 17:16; Roma 15:5, NW; Wahyu 18:3.

Mengapa
Kami Sangat Membenci Hutang Darah Babel

Dalam kitab Wahyu, Babel Besar dituduh karena hutang darah yang sangat besar: ”Dan aku melihat perempuan itu mabuk oleh darah orang-orang kudus dan darah saksi-saksi Yesus. Dan di dalamnya terdapat darah nabi-nabi dan orang-orang kudus dan darah semua orang, yang dibunuh di bumi.”—Wahyu 17:6; 18:24.

Sejarah agama palsu penuh dengan kebencian dan pertumpahan darah, dengan Susunan Kristen sebagai bagian yang paling berhutang darah. Dua perang dunia dimulai di wilayah yang disebut negara-negara Kristen. Pemimpin-pemimpin politik ”Kristen” berpaling kepada senjata pada tahun 1914 dan 1939, dan golongan pendeta dalam semua negara yang bertarung memberikan berkat mereka. The Columbia History of the World menyatakan mengenai Perang Dunia I: ”Kebenaran didevaluasi bersama dengan kehidupan, dan hampir tidak ada suara untuk memprotes. Para penjaga firman Allah memimpin nyanyian peperangan. Perang total menjadi sama dengan kebencian total.” (Cetak miring red.) Pendeta tentara mendorong tentara-tentara mereka dengan semangat patriotis seraya remaja-remaja dari kedua belah pihak menjadi makanan meriam. Buku sejarah yang sama mengatakan: ”Peracunan pikiran manusia secara sistematis oleh serangan hebat nasionalisme . . . menghalangi pencarian perdamaian lebih jauh.”

Agama palsu seluas dunia terus membangkitkan kebencian seraya pertikaian yang keras berkecamuk antara orang Yahudi dengan orang Muslim, Hindu dengan Sikh, Katolik dengan Protestan, Muslim dengan Hindu, Budha dengan Hindu. Ya, agama palsu terus menyumbang banjir darah dari ”semua orang, yang dibunuh di bumi.”—Wahyu 18:24.

Mengingat semua bukti yang dikemukakan di atas, Saksi-Saksi Yehuwa merasa bahwa resolusi kebaktian tahun 1918 memang cocok dan tepat pada waktunya. Sudah selayaknya kami mengecam agama palsu sebagai pelacur yang berhutang darah, yaitu Babel Besar. Kami umumkan kepada dunia satu-satunya jalan sejati menuju perdamaian dan ibadat sejati—berpaling kepada Tuhan Yang Berdaulat di alam semesta, Allah Yehuwa, melalui Pribadi yang Ia utus ke bumi, Kristus, atau Mesias, Yesus. Ini berarti menerima Kerajaan Allah sebagai pemerintahan kekal yang adil-benar, satu-satunya yang dapat memenuhi kebutuhan umat manusia. Dan ini juga berarti bahwa sekaranglah waktunya untuk mematuhi perintah: ”Hai umatKu, pergilah dari padanya [Babel Besar] supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya.”—Wahyu 18:4; Daniel 2:44; Yohanes 17:3.
[Catatan
Kaki]
Kejadian 22:14; Keluaran 6:3; 17:15; Hakim 6:24; Mazmur 83:18; Yesaya 12:2; 26:4.
Untuk pembahasan yang terinci mengenai makna dan pentingnya nama Allah, lihat brosur 32 halaman berjudul Nama Ilahi Yang Akan Kekal Selama-lamanya, yang diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar